Program nuklir kami ditentang oleh negara yang setiap bulannya membangun 10 reaktor nuklir. Kalau memang energi nuklir berbahaya, mengapa mereka masih memilikinya? Dan kalau memang energi nuklir membawa begitu banyak kebaikan, mengapa kami tidak boleh memilikinya?

Teknologi nuklir adalah teknologi paling maju dalam bidang energi dewasa ini. Jika Iran dapat menguasainya, maka ekspor minyak dapat ditingkatkan sehingga dapat memperlancar masuknya devisa negara.

Sesungguhnya Barat tidak ingin negara-negara lain menguasai teknologi nuklir, karena mereka ingin agar saat krisis energi terjadi, negara-negara berkembang membeli energi teknologi tersebut dengan harga mahal.”

Ahmadinejad hanyalah seorang dosen bergelar Ph.D Transportasi Kota yang tinggal di gang buntu, pergi ke mana-mana dengan Peugeot tahun 1977 dengan menggunakan pakaian biasa dan sepatu bolong. Hal itu masih terus dilakukannya ketika dia diangkat menjadi gubernur Teheran, bahkan ia menjadikan kediaman gubernur Teheran sebagai museum, dan memilih tinggal di rumah jalan buntunya. Ia tidak segan membersihkan got jika selokan mampet, bahkan kerap menyapu jalan sebagai bukti solidaritas sosialnya.

Ketika pencalonan presiden pun, ia tidak bermodalkan apa-apa dibandingkan lawan politiknya yang menghabiskan miliaran untuk dana kampanye. Akan tetapi, kesederhanaannya lah yang membuat ia dipilih 61% rakyat Iran sebagai presiden.

Ketika ia dipilih menjadi presiden, dia membagi-bagikan saham gratis (duh namanya lupa) kepada rakyat Iran. Pinjaman modal bagi pasangan baru menikah dilipatduakan dari 6 juta xx menjadi 12 juta xx (gak tau mata uang Iran). Bahkan ia mendirikan program pengayaan uranium. (Aksi lain yang dilakukannya juga lupa…)

Diambil dari buku Ahmadinejad yang baru dibaca, CMIIW

Ada lagi dari milis :

“REFRESHING”
>
>
> Dari rekan yg berada di Iran, Dina Sulaeman, ada
> cerita menarik ttg
> presiden baru Iran, Ahmadinejad ;
>
> ———-
>
> Kuantar Kau ke Meja Kerja
>
> Seperti saya tulis di situ, meskipun saya sudah
> hampir enam tahun
> tinggal di Iran, baru sekarang-sekarang ini saya
> memperhatikan serius
> kondisi perpolitikan Iran. Sekarang, ada peristiwa
> unik lagi yang saya
> saksikan di televisi: upacara tanfiz (di Tehran
> Times, diartikan
> dengan ‘installation ceremony’…saya langsung
> tertawa membacanya,
> apalagi, disambung celetukan teman sekantor saya:
> lho, berarti Khatami
> di-delete? Suami nambahin: bukan, di-uninstall!).
>
> Upacara tanfiz adalah pembacaan surat pengesahan
> atas hasil pemilu
> kepresidenan dari Pemimpin Tertinggi Revolusi Iran
> (Rahbar, saat ini
> dijabat oleh Ayatullah Khamenei). Surat itu
> dibacakan oleh Khatami.
> Artinya, jika hasil pilihan rakyat ternyata tidak
> sesuai dengan
> kemaslahatan negara, bisa saja Rahbar tidak
> memberikan pengesahan, dan
> dilakukan pemilu ulang. Hak ‘veto’ ini dimaksudkan
> untuk mencegah
> seseorang yang tidak layak untuk naik jadi presiden
> (dalam demokrasi
> liberal, bisa saja kan ada orang yang tidak layak,
> misalnya preman
> atau mafia ekonomi, tapi dengan kekuatan uang dan
> pengaruhnya, dia
> berhasil memenangkan pemilu…contohnya aja di
> Indonesia, ada preman
> yang bisa jadi anggota MPR).
>
> Nah, yang unik di sini…siapa yang duduk di samping
> Khatami dan
> Ahmadinejad? Rafsanjani! So, dua orang yang bersaing
> dalam pemilu
> putaran kedua itu, sama-sama duduk di acara itu
> (jadi inget Megawati,
> yang nonton acara pelantikan SBY lewat televisi pun
> ogah). Oya, dulu,
> sepekan setelah pemilu, Rafsanjani yang kalah
> pemilu, tetap
> melaksanakan tugas sebagai khatib Jumat dan
> menyerukan rakyat untuk
> bersatu mendukung presiden baru.
>
> Yang lebih unik lagi setelah acara itu, Khatami
> menggandeng tangan
> (bener2 digandeng loh!) Ahmadinejad, menuju kantor
> kepresidenan. Jadi,
> si mantan presiden menghantarkan presiden baru
> langsung ke meja
> kerjanya!
>
> Saat menonton adegan tersebut di TV, suami
> berkomentar nakal,
> “Mah…liat tuh sepatunya!” Apa pasal? Beberapa
> waktu lalu, sekitar 2-3
> hari setelah menang pemilu, Ahmadinejad disorot
> televisi sedang
> melakukan kunjungan ke suatu tempat. Nah, si
> kameramen nakal, sengaja
> meng-close up sepatu si bapak, yang ternyata
> warnanya coklat dan
> lusuh. Saya waktu itu tidak melihat, hanya
> diceritakan suami. Jadi,
> sekarang saya pelototin bener-bener tuh, layar
> televisi. Sekilas
> memang terlihat, sepatunya Khatami hitam mengkilat
> dan sepatunya
> Ahmadinejad…still that old brown shoes!
>
> Kembali ke adegan Khatami mengantar Ahmadinejad ke
> ruang kerja
> kepresidenan. Mereka bercakap-cakap sebentar sambil
> senyum-senyum,
> setelah itu, gantian Ahmadinejad mengantarkan
> Khatami ke mobilnya,
> saling berpelukan, dan dadah-dadahan. Padahal,
> beberapa bulan
> sebelumnya, kedua pihak sempat terlibat polemik
> panas. Gara-garanya,
> Khatami terjebak macet ketika menuju Universitas
> Teheran untuk
> menerima gelar DRHC dan mengkritik walikota Tehran
> (yang saat itu
> dipegang Ahmadinejad). Ahmadinejad membalas, “Wah,
> kok baru sekarang
> Presiden sadar bahwa masalah utama di Tehran adalah
> kemacetan? Memang
> orang-orang yang tinggal di Saadat Abad (kawasan
> elit Tehran) tidak
> akan paham kesulitan rakyat!” Polemik terus
> berlanjut, sampai
> akhirnya, kalau tidak salah, Khatami meralat
> kritikannya tersebut.
>
> Kini, di manakah Presiden baru Iran tinggal? Tetap
> di rumahnya yang
> jelek (dinding luarnya masih bata, belum ditembok)
> di kawasan Tehran
> timur (kawasan Tehran utara, tempat tinggal Khatami
> adalah kawasan
> elit dan mahal, Tehran barat, tempat kami tinggal,
> rada lumayanlah,
> Tehran timur, lebih murah lagi, dan Tehran selatan,
> paling murah).
> Petugas keamanan akhirnya terpaksa membuat posko
> keamanan di ujung
> jalan, mendata semua tetangga termasuk sanak famili
> mereka, sehingga
> orang-orang yang keluar masuk jalan kecil itu bisa
> dimonitor.
>
> Terakhir, mau tahu apa isi press release pertama DR.
> Ahmadinejad?
> Semua pihak dihimbau untuk tidak memasang iklan
> ucapan selamat di
> koran-koran dan semua kantor dilarang memasang foto
> presiden!

Sumber : http://www.aulia-ra.org